Atribut yang diberikan Islam kepada kita, salah satunya adalah dai
ilallah. Kita dituntut untuk merealisasikan dakwah dalam seluruh waktu
kehidupan kita. Setiap langkah kita sesungguhnya adalah dakwah kepada
Allah, sebab dengan itulah Islam terkabarkan kepada masyarakat. Bukankah
dakwah bermakna mengajak manusia merealisasikan ajaran-ajaran Allah
dalam kehidupan keseharian? Sudah selayaknya kita sebagai pelaku yang
menunaikan pertama kali, sebelum mengajak kepada yang lainnya.
Pernikahan akan bersifat dakwah apabila dilaksanakan sesuai dengan
tuntunan Islam di satu sisi, dan menimbang berbagai kemaslahatan dakwah
dalam setiap langkahnya, pada sisi yang lain. Dalam memilih jodoh,
dipilihkan pasangan hidup yang bernilai optimal bagi dakwah. Dalam
menentukan siapa calon jodoh tersebut, dipertimbangkan pula kemaslahatan
secara lebih luas. selain kriteria umum sebagaimana tuntunan fikih
Islam, pertimbangan lainnya adalah : apakah pemilihan jodoh ini memiliki
implikasi kemaslahatan yang optimal bagi dakwah, ataukah sekedar
mendapatkan kemaslahatan bagi dirinya? mari saya beri contoh berikut.
diantara sekian banyak wanita muslimah yang telah memasuki usia siap
menikah, mereka berbeda-beda jumlah bilangan usianya yang oleh karena
itu berbeda pula tingkat kemendesakan untuk menikah. Beberapa orang
bahkan sudah mencapai usia 35 tahun, sebagian yang lain antara 30 hingga
35 tahun, sebagian berusia 25 hingga 30, dan yang lainnya di bawah usia
25 tahun. Mereka semua ini siap menikah, siap menjalankan fungsinya dan peran sebagai isteri dan ibu di rumah tangga.
Anda adalah laki-laki muslim yang telah berniat melaksanakan pernikahan.
Usia anda 25 tahun. Anda dihadapkan pada realitas bahwa wanita muslimah
yang sesuai kriteria fikih Islam untuk anda nikahi ada sekian banyak
jumlahnya. Maka siapakah yang lebih anda pilih, dan dengan pertimbangan
apa anda memilih dia sebagai calon isteri anda?
Ternyata anda memilih si A, karena ia memiliki kriteria kebaikan
agama, cantik, menarik, Pandai, dan usia masih muda, 20 tahun atau
bahkan kurang dari itu. Apakah pilihan anda itu salah? Demi Allah,
pilihan anda ini tidak salah! anda telah memilih calon isteri dengan
benar karena berdasarkan kriteria kebaikan agama, dan memenuhi sunnah
kenabian. Bukankah Rasulullah bertanya kepada Jabir ra :
"Mengapa tidak menikah dengan seorang gadis yang bisa engkau cumbu dan bisa mencumbuimu" (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dan inilah jawaban dakwah seorang Jabir ra,
"Wahai Rasulullah, saya memiliki saudara-saudara perempuan yang
berjiwa keras, saya tidak mau membawa yang keras juga kepada mereka.
janda ini saya harapkan mampu menyelesaikan permasalahan tersebut." kata
Jabir "benar katamu" jawab Nabi saw.
Jabir tidak hanya berfikir untuk kesenangan dirinya sendiri. Ia bisa
memilih seorang gadis perawan yang cantik dan muda belia. Namun ia
memiliki kepekaan dakwah yang amat tinggi. kemaslahatan menikahi janda
tersebut lebih tinggi dalam pandangan Jabir, dibandingkan dengan
menikahi gadis perawan.
Nah, apabila semua laki-laki muslim berpikiran dan menentukan calon
isterinya harus memiliki kecantikan ideal, berkulit putih, usia 5 tahun
lebih muda dari dirinya, maka siapakah yang akan datang melamar para
wanita muslimah yang usianya diatas 25 tahun, atau usia diatas 30 tahun
atau bahkan diatas usia 35 tahun ?
Siapakah yang akan datang melamar para wanita muslimah yang dari segi
fisik tidak cukup alasan untuk dikatakan sebagai cantik menurut ukuran
umum? mereka, wanita tadi adalah para muslimah yang melaksanakan
ketaatan, mereka adalah wanita shalihah, menjaga kehormatan diri, bahkan
mereka aktif terlibat dalam kegiatan dakwah dan sosial. Menurut anda,
siapakah yang harus menikahi mereka?
Ah, mengapa pertanyaannya "harus" ? Dan mengapa pertanyaan ini hanya
dibebankan kepada seseorang ? kita bisa saja mengabaikan dan melupakan
realitas ini. Jodoh ditangan Allah, kita tidak memiliki hak menentukan
segala sesuatu, biarlah Allah memberikan keputusan agungNya. Bukan,
bukan dalam konteks itu saya berbicara. Kita memang bisa melupakan
mereka, dan tidak peduli dengan orang lain, tapi bukankah Islam tidak
menghendaki kita berperilaku demikian?
Kendatipun nabi saw menganjurkan Jabir agar beristeri gadis, kita juga
mengetahui bahwa hampir seluruh isteri Rasulullah adalah janda.
Kendatipun nabi saw. menyatakan agar Jabir beristeri gadis, pada kenytaannya Jabir telah menikahi janda.
Demikian pula permintaan mahar Ummu Sulaim terhadap laki-laki yang
datang melamarnya, Abu Thalhah. Mahar keislaman Abu Thalhah menyebabkan
Ummu Sulaim menerima pinangannya. Inilah pilihan dakwah. Inilah
pernikahan barakah, membawa maslahat bagi dakwah.
Sebagaimana pula pikiran yang terbersit di benak Sa'ad bin Rabi saat
ia menerima saudaranya seiman, Abdurahman bin Auf. "Saya memiliki dua
isteri sedangkan engkau tidak memiliki isteri. Pilihlah seorang diantara
mereka yang engkau suka, sebutkan mana yang engkau pilih, akan saya
ceraikan dia untuk engkau nikahi. Kalau iddahnya sudah selesai maka
nikahilah dia" (riwayat Bukhari)
Ia tidak memiliki maksud apapun kecuali memikirkan kondisi saudaranya
seiman yang belum memiliki istri. Keinginan berbuat baiknya itulah yang
sampai memunculkan ide aneh tersebut. Akan tetapi sebagaimana kita
ketahui, Abdurrahman bin Auf menolak tawaran itu, dan ia sebagai orang
baru di Madinah hanya ingin ditunjukkan jalan ke pasar.
Ini hanya satu contoh saja, bahwa dalam konteks pernikahan, hendaknya
dikaitkan dengan proyek besar dakwah Islam. Jika kecantikan gadis
harapan anda bernilai 100 poin, tidakkah anda bersedia menurunkan 20
atau 30 poin untuk bisa mendapatkan kebaikan dari segi yang lain? ketika
pilihan itu membawa maslahat bagi dakwah, mengapa tidak ditempuh? Jika
gadis harapan anda berusia 20 tahun, tidakkan anda bersedia sedikit
memberikan toleransi dengan masalahat kepada wanita yang lebih mendesak
untuk segera menikah disebabkan desakan usia? Jika anda adalah wanita
muda usia, dan ditanya ? dalam konteks pernikahan ? oleh seorang lelaki
yang sesuai kriteria harapan anda, mampukah anda mengatakan kepada dia,
"saya memang telah siap menikah, akan tetapi si B sahabat saya, lebih
mendesak untuk segera menikah".
Atau kita telah sepakat untuk tidak mau melihat realitas itu, karena
bukanlah tanggung jawab kita ? Ini urusan masing-masing. Keberuntungan
dan keidakberuntungan adalah soal takdir yang tidak berada di tangan
kita. Masya Allah, seribu dalil bisa kita gunakan untuk mengabsahkan
pikiran individualistik kita. Akan tetapi hendaknya kita ingat pesan
kenabian berikut:
"Perumpamaan orang-orang mukmin dalam cinta, kasih sayang dan
kelembutan hati mereka adalah seperti satu tubuh. Apabila satu anggota
tubuh menderita sakit, terasakanlah sakit tersebut di seluruh tubuh
hingga tidak bisa tidur dan panas" (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Bisa jadi kebahagiaan pernikahan kita telah menyakitkan dan
mengiris-ngiris hati beberapa orang lain. Setiap saat mereka mendapatkan
undangan pernikahan, harus membaca, dan menghadiri dengan perasaan yang
sedih, karena jodoh tak kunjung datang, sementara usia terus bertambah,
dan kepercayaan diri semakin berkurang.
Disinilah perlunya kita berfikir tentang kemaslahatan dakwah dalam proses pernikahan muslim.
Sumber : www.buku "di jalan dakwah aku menikah".
No comments:
Post a Comment